Dia berdiri di panggung hidupnya dengan cara yang sunyi tapi
tegap. Bukan karena hidupnya sempurna justru karena dia tahu hidup tidak pernah
benar-benar sempurna.
Dia telah membayar harga yang tak semua orang mau bayar:
kesendirian, ruang sunyi yang kadang menggema. Tapi dari harga itu, Tuhan
memberinya hadiah lain yang tidak bisa ia jabarkan. Jessica tahu bahwa
kebahagiaan bukan soal memiliki semua hal, tetapi soal menghargai hal-hal yang
memang dimiliki.
Jessica adalah seorang detektif swasta yang juga senang
menulis. Impiannya berjalan berbeda dengan kenyataan takdir yang harus
dijalaninya, yang sehari-harinya memecahkan misteri kehidupan orang lain.
Ironisnya, misteri terbesar justru ada dalam dirinya sendiri: rasa sepi yang
tak kunjung ia temukan jawabannya. Ia punya cukup uang, reputasi bisnis yang
baik, bahkan kolega dengan loyalitas tinggi. Tapi di antara semua itu, tetap
ada ruang kosong yang tidak bisa diisi oleh kesibukan ataupun keberhasilan.
Namun, Jessica tidak pernah benar-benar menyerah. Ia tahu
hidup bukan sekadar soal apa yang dimiliki, melainkan tentang bagaimana
menerima dan mensyukuri. Ia sadar, setiap anugerah datang dengan harga, dan ia
memilih untuk tetap berterima kasih pada Tuhan atas apa yang sudah ia jalani.
Malam-malamnya sering ditemani renungan, doa, atau sedikit
pikiran yang mencoba menyejukkan hati. Ia bisa merasa rapuh, tapi di dalam
rapuh itu ada kekuatan yang jarang dimiliki orang lain: keberanian untuk jujur
pada dirinya sendiri.
Dan di balik semua kesepian untuk menjaga dirinya sendiri,
sebenarnya Jessica tidak pernah benar-benar sendirian. Ada sisi hangat dalam
dirinya yang selalu mencari cinta, tawa, dan keindahan sederhana—seperti saat
ia menonton series Young Sheldon dan tersenyum melihat kehangatan didalamnya.
Seorang detektif yang justru tidak menyukai film detektif ataupun action laga.
Menurutnya hidup sebagai detektif sudah dipenuhi dengan action laga, sehingga
ia lebih memilih sesuatu yang hangat sebagai hiburan.
Perjalanan Jessica belum selesai. Ia masih berjalan, kadang
dengan beratnya pikiran dan tanggung jawab, kadang dengan hati yang penuh luka
dan kekhawatiran, namun ia tetap melangkah. Dan mungkin, justru itulah
keindahan kisahnya: seorang perempuan yang tetap memilih hidup, belajar, dan
bersyukur meski jalannya penuh duri.
Karena Jessica adalah bukti nyata bahwa kebahagiaan bukanlah
milik mereka yang punya segalanya—melainkan milik mereka yang mampu menghargai
apa yang ada, dan tetap menebarkan kasih dan pertolongan di tengah
keterbatasannya.